10 Pamali Adat Sunda dan Ajaran yang Terkandung di Dalamnya
Sejak zaman dahulu, dalam budaya Sunda kita mengenal banyak ucapan atau perilaku yang dilarang. Sesuatu yang bersifat tabu di dalam adat Sunda disebut dengan pamali.
Kebiasaan ini erat kaitannya dengan prinsip orang Sunda pada umumnya, yaitu tarapti (tertib), siloka (tidak membuat orang tersinggung), someah (berperilaku sopan terhadap orang lain) dan handap asor (merendah).
Meskipun sebagian ada yang berpendapat bahwa pamali hanyalah mitos belaka untuk menakut-nakuti anak agar nurut terhadap orang tua. Namun jika ditelisik lebih dalam sebenarnya pamali bertujuan untuk kebaikan yang ada hubungannya dengan sebab akibat. Kira-kira perbuatan apa saja yang termasuk pamali di adat Sunda? Simak di bawah ini.
1. Ulah Kaluar Imah Sareupna

Perbuatan pamali yang pertama ini bermakna jangan keluar rumah saat petang menjelang, nanti diculik setan. Pasti familiar dengan ucapan “Geura balik, sareupna. Bisi diculik kalong wewe”. Ini biasanya diucapkan ketika sang anak bermain sampai lupa waktu.
Ada satu kisah di Bandung baheula yang berkaitan dengan pamali ini. Bandung zaman baheula bukanlah sebuah kota yang gemerlap seperti sekarang. Pada tahun 1920-an Bandung adalah sebuah kota mungil di tengah pegunungan yang akan menjelma menjadi seolah kota tak berpenghuni kala Ashar tiba.
Di zaman itu, Bandung masih dirimbuni oleh rupa-rupa pepohonan besar yang menimbulkan rasa ngeri ketika melewatinya saat senja tiba. Dikutip dari buku Ramadhan di Priangan karya Haryanto Kunto, zaman itu adalah “Jaman di imah betah ku rupa-rupa larangan. Rupa-rupa bisi jeung pamali”.
Di zaman itu beredar cerita ada seorang anak yang hilang digondol kalong wewe karena anteng bermain sampai Maghrib tiba. Anak tersebut tidak berhasil ditemukan meskipunn dicari ke mana-mana semalaman. Anehnya, anak itu keesokan harinya anak itu terlihat berada di atas sebuah pohon besar sambil duduk membisu.
Pamali ini terkait adanya anjuran dalam agama Islam untuk tidak berkeliaran di waktu Maghrib sampai Isya. Waktu tersebut adalah waktunya setan beraksi untuk mengganggu manusia, dan anak-anak adalah yang paling rentan terhadap gangguan ini.
Namun, secara logika pamali ini bisa kita katakan bahwa anak-anak sebaiknya berhenti bermain dan lekas beristirahat agar tubuh kembali bugar. Bagi yang sudah baligh (dewasa), waktu Maghrib seharusnya digunakan untuk menunaikan shalat dan mengaji sampai lepas isya.
Intinya, pamali ini menganjurkan kita untuk tidak beraktivitas di luar saat malam tiba dan bergegas beristirahat sehingga tidak membuang-buang tenaga untuk hal yang sia-sia.
2. Ulah Ngaremeh

Makna dari pamali ini adalah jangan menyisakan nasi barang sebutir pun di piring. Mitosnya, dapat mengakibatkan binatang peliharan milik kita akan mati. Dilihat dari logikanya, pamali ini jelas tidak ada kaitannya, kan?
Di bagian daerah Sunda lainnya, ngaremeh atau menyisakan nasi di piring setelah makan bisa mendapatkan suami atau istri yang jelek. Namun, tetap saja mitos ini mengandung nilai kebaikan, yakni untuk tidak menyisakan makanan. Mitos ini pun mengajarkan kita untuk hidup bersih, teratur dan selalu bersyukur atas nikmat makanan yang bisa kita dapatkan.
3. Ulah Neukteukan Kuku Ti Peuting

Jangan memotong kuku malam hari, nanti akan ada yang sakit atau meninggal. Itulah makna di balik pamali selanjutnya. Perlu kita perhatikan bahwa pamali muncul saat itu kala daerah-daerah Sunda masih memiliki keterbatasan fasilitas, misalnya penerangan yang tidak merata dan seadanya.
Dilihat dari segi keamanan, pamali ini muncul untuk menghindari tangan atau kaki terluka saat memotong kuku. Jadi memotong kuku sebaiknya dilakukan siang hari saat langit terang dan pandangan tidak terbatas. Di masa ini, memotong kuku malam hari bisa dilakukan malam hari asal penerangannya cukup sehingga aman bagi jari tangan dan kaki.
4. Ulah Cicing di Lawong Panto

Ini adalah salah satu pamali yang palin sering kita dengar. Pamali ini bermakna jangan duduk di muka pintu, untuk anak perempuan yang belum nikah, dikhawatirkan akan susah dapat jodoh. Ada pula yang menyebutkan duduk di muka pintu akan membuat jatuh sakit karena ada mahluk halus yang lewat di pintu tersebut.
Pamali ini adalah yang paling mudah dilihat logikanya. Berdiri atau duduk di depan muka pintu merupakan sebuah perbuatan yang mengganggu mobilitas orang lain. Orang yang keluar masuk akan terhalangi bahkan bisa menyebabkan orang lain terjatuh jika berjalan dengan tanpa memperhatikan lingkungan.
5. Ulah Dahar Bari Ceplak

Pamali ini melarang seseorang untuk makan dengan mengeluarkan suara dari lidah atau mulut. Suara yang timbul ini disebabkan adanya gesekan dari air liur. Dalam Bahasa Sunda, suara yang keluar saat makan tersebut disebut ceceplak.
Beda dengan perbuatan makan sambil ngobrol. Di Sunda, makan sambil ngobrol bukan dianggap sebagai sebuah perilaku yang tidak baik. Tapi ceceplak dianggap sebuah pamali yang tidak boleh dilakukan.
Ceceplak akan mengakibatkan kita menjadi bahan gunjingan orang dan bisa mendatangkan binatang buas. Tidak ada hubungan logis antara makan dengan ceplak dengan binatang buas atau jadi bahan gunjingan orang sekitar. Namun, dilihat dari tata krama, makan sambil mengeluarkan suara itu membuat risih orang di sekitar yang ikut makan.