Inilah 4 Rumah Adat Bengkulu yang Kaya akan Sejarah
Bengkulu merupakan satu provinsi yang dikenal menjadi tempat pengasingan dari Bung Karno pada tahun 1939. Selain itu Bengkulu juga menjadi kota Kelahiran dari istri Bung Karno yaitu Fatmawati. Bengkulu menjadi provinsi yang tak hanya terkenal akan nilai sejarah tetapi juga budayanya.
Budaya yang pastinya dapat terlihat dengan langsung, adalah keindahan dari rumah-rumah adat yang dimilikinya. Rumah-rumah adat ini memiliki nilai yang penting sebagai warisan budaya Negara Indonesia. Berikut ini adalah rumah adat Bengkulu yang menjadi ciri khas budaya bangsa.
1. Rumah Adat Bubungan Lima
Rumah adat bubungan lima merupakan rumah adat dari Provinsi Bengkulu. Rumah adat ini kini tak lagi digunakan sebagai rumah tinggal, namun lebih banyak digunakan pada saat ucapara adat. Berikut ini adalah ulasan yang lebih detail mengenai rumah bubungan lima dari Bengkulu ini.
Bentuk rumah adat bubungan lima merupakan rumah panggung. Rumah ini didesain untuk tahan terhadap gempa. Material yang digunakan banyak menggunakan materila kayu. Ciri khas dari rumah ini tentunya ada pada bentuk atapnya yang berbentuk limas dan juga bersusun-susun.
Karena bentuknya merupakan bentuk rumah panggung oleh karenanya terdapat tangga untuk masuk ke dalam rumah. Ada kepercayaan pada masyarakat Bengkulu bahwa jumlah tangga yang baik untuk masuk ke dalam rumah, anak tangganya harus berjumlah ganjil.
Selain jumlah anak tangga yang berjumlah ganjil, rumah ini juga memiliki 15 buah penopang kayu. Kayu kayu penopang ini memiliki ketinggian sekitar 1,8 meter. Bentuk rumah panggung pada rumah adat ini berfungsi untuk menghindar dari serangan binatang liar yang juga buas.
Struktur bangunan dari rumah adat bubungan lima banyak menggunakan materila kayu, seperti kayu kemuning, dan kayu medang. Struktur rumah dari rumah adatnya dibagi menjadi beberapa bagi bagian. Pada setiap bagian ruangannyapun tentunya memiliki fungsinya masing-masing.
Atap pada rumah bubungan menggunakan bahan alam berupa ijuk pohon enau atau atap dari sirap, tetapi kini bahan ijuk sudah tidak digunakan lagi. Saat ini atap rumah sudah banyak menggunakan seng ataupun genting. Atapnya berbentuk limas dan memiliki ketinggian sekitar 3,5 meter.
Plafon pada rumahnya biasa menggunakan papan tetapi tak jarang juga sebagian orang masih menggunakan pelepah bambu sebagai flafon rumah. Bagian atas rumah akan dihubungkan dengan atap menggunakan balok-balok kayu yang disebut dengan peran.
Pada rangka rumah biasanya mereka menggunakan kayu balam atau juga kayu kemuning. Kedua jenis kayu tersebut dianggap memiliki bentuk yang lentur sehinga dapat meredam getaran gempa. Pemilihan kedua kayu tersebut juga karena dinilai lebih tahan lama bahkan hingga ratusan tahun.
Sedangkan untuk dinding rumah jenis kayu balam lah yang biasa digunakan. Di antara tiang penjuru halaman dan tiang penjuru tengah terdapat sebuah kayu kayu balok atau bedok yang melentang di sepanjang dinding. Balok kayu tersebut berfungsi sebagai penghubung diantara tiang sudut rumah.
Pada bagian lantai rumah biasanya digunakan bahan papan yang telah diserut dengan halus, atau juga biasa menggunanakan pelepah bambu. Lantai bambu atau kayu ini menepel pada sebuah balok kayu yang disebut dengan tilan, sedang bidani berupa bambu tebal dipasang melintang di lantai.
Pada bagian bawah rumah terdapat beberap pondasi rumah yang ditumpangkan di atas atau datar dengan ukuran yang cukup besar. penempatan batu dibawah tiang adalah untuk mencegah tiang menjadi lapuk. Sedangkan kolong pada rumah biasa digunakan untuk menyimpan peralatan pertanian.
Pada rumah adat Bengkulu ada beberapa pembagian ruangan dengan fungsinya masing-masing. Contohnya berendo, berendo merupakan ruang tempat menerima tamu dan juga tempat bersantai. Ada juga aula, sebuah tempat untuk menerima tamu yang sudah cukup dekat dan dikenal baik.
Bilik gedang merupakan kamar tidur utama bagi pasangan suami istri. Bilik gadis merupakan kamar yang digunakan oleh para gadis dalam keluarga. Ruang tengah biasanya sebuah tempat yang luas tanpa perabotan, biasa digunakan untuk menerima tamu dan tempat tidur para pria yang masih lajang.
Ruangan selanjutnya adalah ruang makan yang letaknya baisanya bersebelahan dengan dapur. Lalu ada juga ruang gerang. Ruang gerang adalah tempat untuk menyimpan air, dan biasanya dijadikan tempat untuk mencuci piring serta tempat untuk membersihkan perabotan lain.
2. Rumah Adat Suku Rejang
Di Bengkulu ada juga rumah adat yang dimiliki oleh suku Rejang. Rumah tersebut biasa disebut juga dengan nama Umeak Potong Jang. Keberadaan rumah ini sudah dianggap punah, tetapi masih ada warga yang melesatarikan rumah adat ini yang dapat kamu lihat di Kabupaten Rejang Lebong.
Rumah adat Suku Rejang juga merupakan rumah panggung yang kebanyakan material bangunannya menggunakan bahan kayu. Bentuk rumahnya biasanya berbentuk persegi panjang dengan tiap ruangan yang memiliki fungsinya masing-masing untuk setiap kegiatan.
Rumah adat asli suku Rejang Lebong sesungguhnya sudah tidak ada, rumah adat suku Rejang Lebong yang ada sekarang sudah dipengaruhi desain dari suku yang terdapat di Kabupaten Ogan Kemiring Ulu. Bumbungan rumah yang asli memiliki bubungan yang melintang, bukan bubungan yang membujur.
3. Rumah Adat Suku Enggano
Rumah adat yang dimiliki oleh suku Enggano berada di sebuah Pulau Enggano yang berada di Bengkulu. Penduduk yang mendiami daerah ini terdiri dari suku Kauno, Kaahua, Kaharuba, dan suku Karuhi. Rumah adat ini lebih sering digunakan sebagai tempat melakukan upacara-upacara adat.
Rumah adat dari Pulau Enggano ini dapat kamu panggil dengan nama Yubuaho. Rumahnya memiliki bentuk rumah panggung yang bertingkat dua dengan bentuknya yang persegi delapan. Pegunungan menjadi lokasi tempat rumah Yubuaho dibangun dengan tujuan agar dapat mengintai musuh.
Rumah adat Yubuaho terdiri dari dua lantai, dengan lantai bawah tidak memiliki dinding. Tetapi hanya lantai duanya saja yang di desain memiliki dinding. Selain desain rumah yang berbentuk persegi delapan ada juga rumah adat suku Enggano yang berbentuk lingkaran.
4. Rumah Adat Mukomuko
Rumah adat dari Kabupaten Mukomuko ini sayangnya sudah tidak ada lagi. Satu satunya rumah yang tersisa telah hilang, dan tempatnya kini dibuat menjadi sebuah bundaran. Masyarakat menyayangkan hilangnya ikon rumah adat kebanggan dari Kabupaten Muko-Muko tersebut.
Rumah adat dari Kabupaten Muko-muko merupakan rumah panggung yang biasa di sebut dengan rumah adat Putri Beni Alam. Sebagain besar material rumah ini terbuat dari kayu. Atap pada rumah adat ini memiliki kemiripan dengan rumah adat Sumatera Barat pada bagian tampak meruncing.
Pemerintah telah merencanakan kembali untuk membangun rumah adat ini sesuai dengan yang aslinya dengan anggaran sekitar 2-3 miliar. Semoga rencananya terealisasi sehingga rumah adat Putri Beni Alam ini akan segera kembali berdiri sebagai bentuk kekayaan budaya di Kabupaten Mukomuko.
Itulah rumah adat yang menjadi warisan budaya bangsa Indonesia yang harus dipelihara. Jangan sampai rumah-rumah adat ini musnah dimakan zaman karena tak ada lagi yang peduli. Hilangnya rumah adat, sama dengan hilangnya warisan budaya bangsa yang berharga yang menjadi identitas suatu suku bangsa.
Begitu pula dengan rumah adat Bengkulu, menjadi tempat yang penting dalam memperkaya khasanah budaya bangsa. Arsitektur dari bangunan rumah adat juga tak kalah indah dengan bangunan-bangunan dari negara luar yang telah terkenal lebih dahulu.