Inilah 5 Rumah Adat Jawa Tengah untuk Inspirasi Hunianmu

Ditulis oleh Siti Hasanah

Indonesia terdiri dari berbagai suku, salah satunya adalah suku Jawa yang mendiami daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berbicara mengenai Jawa Tengah, pasti orang akan langsung teringat dengan Candi Borobudur atau Keraton. Jika ditanya soal rumah adat Jawa Tengah, orang umumnya akan langsung menyebut rumah joglo. 

Rumah joglo merupakan salah satu dari rumah adat di Jawa Tengah yang memiliki gaya arsitektur yang khas. Walaupun jumlah rumah adat sekarang semakin berkurang karena perkembangan zaman, tapi beberapa ruang publik, hotel, dan restoran ada yang mengadaptasi bentuk rumah adat tersebut. Selain joglo, masih ada lagi bentuk rumah adat Jawa Tengah lainnya. Yuk, simak ulasannya!

1. Rumah Adat Joglo

Joglo merupakan rumah adat Jawa Tengah yang sangat populer di masyarakat. Kabarnya orang-orang yang bisa membangun rumah seperti ini hanya orang terpandang atau para kaum bangsawan saja. Bisa dikatakan bahwa rumah joglo merupakan simbol status sosial pemiliknya.

Rumah joglo namanya adalah gabungan antara dua kata, yakni “tajug” dan “loro”. Arti dari kata itu adalah menggabungkan dua tajug serta atap yang menyerupai piramid. Penggunaan atap dengan bentuk tajug tidak bisa dilepaskan dari makna filosofi yang terkandung di dalamnya. Bentuk dari atap tersebut hampir mirip dengan bentuk gunung. Bagi masyarakat Jawa zaman dahulu, gunung dianggap sebagai tempat sakral.

Rumah joglo dirancang dengan susunan kayu yang ditata secara proporsional dan mempunyai struktur yang penuh makna. Arsitektur rumah joglo merupakan simbol atau gambaran cara hidup dan aktivitas masyarakat Jawa Tengah.

Terdapat pager mangkok di rumah Joglo. Pager atau pagar ini tidak dibuat dari kayu atau bambu tetapi dari tanaman perdu yang ketinggiannya tidak lebih dari 1 meter. Ini memiliki arti bahwa rumah merupakan tempat untuk berbaur dengan masyarakat karenanya tidak perlu dipagari.

Rumah joglo dibagi menjadi beberapa ruangan, yaitu:

  • Pendopo yang terletak di bagian depan dan dipakai untuk menerima tamu. Bagian rumah joglo ini kerap kali digunakan sebagai tempat pagelaran wayang kulit serta upacara adat. Pendopo memiliki konsep yang terbuka yang berarti simbol keterbukaan dan kewibawaan.
  • Pringgitan terletak di bagian tengah di antara pendopo dan omah njero. Tempat ini biasanya dipakai untuk menerima tamu tapi yang masih memiliki hubungan kekerabatan.
  • Omah ndalem atau omah njero ini sering juga disebut dengan ndalem ageng. Tempat ini difungsikan sebagai ruangan untuk berkumpul anggota keluarga.
  • Padepokan dipakai untuk menenangkan diri, beribadah, juga melakukan ritual sakral lainnya. 

Bangunan rumah joglo mempunyai 4 soko guru atau disebut juga pilar utama yang merupakan simbol arah mata angin, sedangkan pintu rumah jumlahnya 3 yang berada di tengah, samping kiri serta samping kanan. 

Letak pintu di bagian tengah dirancang sejajar dengan ruangan belakang. Ini membuat ruangan belakang bisa secara langsung terlihat dari depan. Sementara itu letak pintu di bagian tengah juga mempunyai makna bahwa penduduk Jawa selalu terbuka dengan tamu yang datang ke rumah.

Rumah joglo juga mempunyai jendela dengan jumlah yang banyak serta ukuran yang besar. Ini berlaku untuk jendela depan maupun belakang. Tujuannya supaya udara segar dapat masuk ke dalam rumah sehingga membuat suasana rumah selalu sejuk dan nyaman.

Rumah adat Jawa Tengah ini dibedakan jadi beberapa jenis berdasarkan bentuk atapnya, di antaranya:

  • Joglo mangkurat, rumah ini mempunyai ciri khas beratap susun tiga. Pada atap yang paling atas atau atap utama mempunyai proporsi yang lebih besar serta lebih tinggi.
  • Joglo pangrawit, rumah ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan joglo mangkurat, tetapi pada bagian atap utama mempunyai proporsi yang lebih kecil serta panjang bumbungan lebih pendek.
  • Joglo hageng, ciri khas dari rumah ini yaitu bidang atapnya relatif lebih luas dan memiliki prosporsi atap utama serta dua atap di bawahnya yang lebih pendek dan landai. Joglo hageng memiliki bangunan yang lebih besar dan luas. Selain itu, atap tritisan kelilingnya juga luas.
  • Joglo sinom, cirinya yaitu mempunyai bentuk atap tritisan seperti halnya joglo hageng, tapi ukuran bangunannya lebih kecil dan proporsi atap utamanya lebih tinggi.
  • Joglo lawakan, bangunannya memiliki ciri khas berupa atap bersusun dua serta tampilannya lebih sederhana. Di bagian atap utama tampak lebih runcing sedangkan atap bagian bawahnya terlihat lebih landai dan melebar.
  • Joglo jompongan, rumah ini mempunyai ciri khas  berupa atap bersusun dua serta bumbungan atap yang memanjang ke samping kiri dan kanan. Sedangkan bentuk lantainya menyerupai bujur sangkar. Di bagian atap tidak ditemukan banyak ornamen.
  • Joglo semar tinandhu, ciri khasnya yaitu menggunakan dinding untuk menjadi tiang penyangga bangunan. Berbeda dari rumah joglo yang menggunakan kayu sebagai tiangnya. 

2. Rumah Limasan

Nama rumah ini diambil dari bentuk atapnya yang  mirip seperti limas. Sebagai penyangga utama rumah adalah delapan tiang kayu. Rumah ini memiliki dua bangunan utama, yakni rumah induk serta rumah tambahan. Rumah induk terletak di bagian belakang, sementara rumah tambahan terletak di area depan dan memiliki model terbuka atau tanpa dinding. 

Atap rumah limasan terdiri dari dua tumpuk. Nama atap tersebut yaitu kejen/cocor dan bronjong. Bentuk atap bronjong mirip dengan jajargenjang, sementara atap cocor bentuknya segitiga sama kaki. 

Di Jawa Tengah, rumah limasan terbagi lagi jadi beberapa jenis, di antaranya limasan lambang sari, limasan lambang teplok, limasan trajumas, limasan lambang gantung, limasan semar tinandhu, limasan gajah ngombe, dan lambang gantung rangka kutuk ngambang.

3. Panggang Pe

1 2»
cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram