8 Jenis Rumah Adat Papua, Ada yang Tertinggi di Dunia Lho!

Ditulis oleh Siti Hasanah

Papua terkenal dengan ukiran suku Asmatnya dan rumah suku Dani yaitu Honai. Namun di Papua terdapat beragam rumah adat yang didiami oleh beragam suku. Rumah adat Papua ada yang termasuk sebagai rumah tertinggi di dunia. Mungkin kamu belum pernah mendengar tentang fakta itu sebelumnya. 

Jadi Papua tak hanya memiliki keindahan alam yang mempesona, provinsi di paling timur Indonesia ini juga memiliki budaya yang unik serta jarang dijumpai di tempat lain. Salah satunya yaitu rumah adatnya. Untuk lebih mengenal lagi kebudayaan Papua, yuk simak ulasan mengenai rumah adat di Papua berikut ini.

1. Rumah Adat Honai

Rumah Adat Honai

Rumah adat Papua yang satu ini berasal dari Suku Dani. Suku ini mendiami Lembah Baliem di Kabupaten Jayawijaya. Rumah honai biasanya dibangun pada ketinggian antara 1.600 sampai 1.700 m di atas permukaan air laut.

Selain suku Dani, tetangga suku ini juga tinggal di rumah yang sama seperti suku Dani. Suku tersebut adalah suku Yali serta suku Lani yang populasinya kurang lebih 100.000 jiwa.

Kata honai asalnya dari kata “hun” yang berarti laki-laki, sementari “ai” artinya rumah. Rumah honai pada dasarnya memang dihuni oleh laki-laki dewasa yang berasal dari suku Dani. Biasanya jenis rumah adat ini bisa ditemui di Lembah serta Pegunungan Baliem. 

Rumah adat Papua ini sangat mudah dikenali. Ini karena bentuk rumahnya yang terlihat seperti jamur. Atapnya terbuat dari jerami dan bentuknya mengerucut. Dibuat sedemikian rupa tujuannya agar atap bisa melindungi dinding rumah dari air hujan. 

Ternyata atap dengan bentuk yang mengerucut juga dapat mengurangi hawa dingin yang masuk ke dalam rumah. Ciri khas rumah honai yang lainnya yaitu rumah ini hanya punya satu buah pintu dan tidak memiliki jendela.

Rumah ini termasuk cukup tinggi dengan ketinggian yang mencapai 2,5 m. Namun luas rumahnya tak terlalu besar, yakni kurang lebih 5 m. Tujuan rumah ini dibuat sekecil ini agar bisa menahan dinginnya suhu pegunungan. Konon ruangan yang sempit konon akan lebih hangat. 

Terdapat lingkaran untuk menyalakan api yang terletak di bagian tengah rumah. Fungsinya yaitu untuk menghangatkan badan. Selain itu, api ini juga berguna sebagai penerangan.  Ciri khas lain dari rumah honai adalah rumahnya memiliki dua lantai.

Lantai bawah difungsikan sebagai tempat untuk berkumpul keluarga serta melakukan kegiatan lainnya. Sedangkan lantai atas dipakai untuk tempat tidur. Untuk alas tidur, masyarakat suku Dani memakai rumput yang dikeringkan. Bahan-bahan yang digunakan semuanya diambil dari alam sekitar.

Rumah honai dibuat secara berkelompok karena itu satu keluarga bisa mempunyai lebih dari satu rumah. Satu rumah digunakan sebagai tempat tinggal, sedangkan rumah lainnya dipakai untuk tempat ternak mereka.

Babi merupakan binatang ternak yang bagi suku Dani dianggap sangat berharga. Bahkan masalah antar sesama dapat terselesaikan dengan pembayaran menggunakan ternak babi. Karena itu ternak ini layak untuk mendapatkan tempatnya tersendiri.

Fungsi lain dari rumah honai adalah sebagai tempat untuk menyimpan mumi di lantai bawahnya. Selain itu, rumah ini juga bisa digunakan untuk menyimpan alat perang maupun warisan nenek moyang yang lain yang merupakan simbol suku Dani. 

Seringkali rumah honai juga digunakan untuk melatih anak laki-laki supaya menjadi lelaki yang kuat ketika dewasa nanti. Di rumah ini warga juga membuat strategi perang.

2. Rumah Adat Ebei untuk Perempuan

Rumah Adat Ebei untuk PerempuanSumber: beritapapua.id

Rumah adat Papua ini dimiliki oleh masyarakat Dani. Untuk laki-laki, masyarakat suku Dani mempunyai honai. Sementara itu, rumah ebai diperuntukan bagi perempuan. Ebei terdiri dari dua kata, yaitu ebe yang artinya tumbuh sedangkan ai artinya rumah. Ebeai lalu berubah hadi ebei.

Ebei sendiri bermakna rumah yang jadi tubuh dari masyarakat, yaitu perempuan. Rumah adat ini adalah tempat bagi para mama suku Dani untuk mendidik anak perempuan mereka. Ini menandakan bahwa suku Dani  sangat menghormati perempuan. 

Semua bagian struktur juga bahan yang digunakan untuk rumah ebai tak jauh beda dari rumah honai. Perbedaannya hanya pada ukurannya. Rumah ebei ukurannya sedikit lebih kecil.

3. Rumah Pohon Suku Korowai

Rumah Pohon Suku Korowai

Selain suku Dani, di Papua juga terdapat suku lain, yaitu suku Korowai. Rumah adat suku ini berupa rumah pohon yang unik dan dikenal dengan nama rumah tinggi. Alasan rumah ini disebut dengan rumah tinggi karena memang posisinya yang berada di atas pohon.

Tinggi rumah adat Papua dari suku Korowai ini sekitar 30 sampai 50 m di atas permukaan tanah. Suku Korowai hidup di pedalaman Papua Barat dan mereka membangun rumah pohon setinggi itu dengan untuk menghindar dari serangan binatang buas, nyamuk dan roh-roh jahat. 

Tak hanya itu, rumah tinggi ini adalah warisan dari leluhur karenanya dapat memberikan kenyamanan tersendiri walaupun untuk mencapainya harus bersusah payah. Pemilihan pohon yang akan digunakan sebagai rumah tidak boleh dilakukan sembarangan.

Yang bisa digunakan hanya pohon yang kokoh dan besar dan kokoh. Pohon ini cocok untuk jadi pondasi rumah. Pembangunan rumah ini menggunakan bahan-bahan yang ada di alam dengan tidak dibantu oleh alat modern apapun.

Biasanya sebelum berlangsungnya proses pembuatan rumah, terlebih dahulu dilakukan ritual adat oleh suku Korowai yang tujuannya yaitu untuk mengusir roh jahat. Tiap bidang tanah yang sudah bersih memiliki dua sampai tiga rumah pohon. Untuk tangga dibuat dari ranting dan tali.

Sebagai kerangkanya rumah pohon suku Korowai menggunakan batang-batang kayu kecil. Sedangkan dinding juga atapnya memakai kulit pohon sagu serta dedaunan hutan. Biasanya ukuran rumah pohon ini sekitar 7×10 m.

Rumah yang ukurannya besar mempunyai penyekat ruangan serta pintu yang bentuknya runcing. Satu pintu digunakan oleh penghuni pria, sedangkan pintu yang lain digunakan oleh wanita. Walaupun terletak di atas pohon, rumah ini memiliki perapian yang dibuat dari tanah liat .

Cara penempatannya yaitu dengan digantungkan di atas ruangan yang terbuka. Tujuannya yaitu agar perapian dapat dengan mudah dipotong serta dapat segera dibuang bila bara api sudah terlalu besar agar tidak mengakibatkan kerusakan di dalam rumah.

4. Rumah Adat Rumsram

Rumah Adat Rumsram

Rumah adat Rumsram merupakan rumah dari Suku Biak Numfor. Mereka bermukim di pulau-pulau dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Utamanya rumah ini ditempati oleh laki-laki. 

Fungsi utamanya yaitu untuk melatih anak lelaki supaya menjadi laki-laki kuat ketika dewasa nanti. Selain itu, agar mereka bisa menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab dan mampu melindungi sukunya.

Bentuk rumah rumsram yaitu rumah panggung persegi, layaknya rumah yang berada di pesisir. Atap rumah berbentuk perahu terbalik. Ini adalah identitas pemilik rumah yang mata pencahariannya adalah nelayan. Tinggi rumah Rumsram mencapai 6 hingga 8 meter. 

Rumah ini memiliki beberapa ukiran di beberapa bagiannya. Seperti halnya rumah honai, rumah adat ini dibuat dua tingkat. Lantai pertama adalah ruangan terbuka yang tidak mempunyai dinding. Lantai ini dipakai untuk mendidik anak laki-laki. 

Di sini mereka diajarkan beberapa kegiatan seperti memahat, cara berperang, membuat perahu, dan jenis keahlian lainnya. Sementara itu, lantai duanya dipakai untuk tempat tinggal.

Lantai rumah rumsram berbahan kulit kayu, sedangkan dindingnya berbahan pohon bambu yang dicacah. Terdapat 2 pintu yang terletak di bagian depan dan belakang rumah. Rumah rumsram juga dilengkapi beberapa jendela, bagian atapnya terbuat dari daun sagu.

5. Rumah Adat Jew dari Suku Asmat 

Rumah Adat Jew dari Suku AsmatSumber: nationalgeographic.grid.id

Suku Asmat dikenal dunia melalui pahatannya. Salah satu suku di Papua ini juga memiliki rumah adatnya sendiri yang disebut jew. Masyarakat setempat mengenal rumah adat ini sebagai rumah bujang. Bentuk rumahnya tinggi-tinggi karena suku Asmat tinggal di rawa atau pesisir pantai.

Jew adalah rumah adat yang bisa tahan badai dan banjir. Ini karena bahan-bahan yang digunakan berasal dari alam. Sebagai pondasi rumah, penduduk suku ini memakai kayu besi yang kuat serta tahan air. Contohnya, atap serta tembok yang berasal dari daun sagu juga tali rotan. 

Suku Asmat meyakini bahwa leluhur mereka sudah bersinergi dengan alam. Oleh karena itu, alam adalah sajian para leluhur dalam membangun masyarakat. Jew adalah rumah untuk anak laki-laki suku Asmat untuk berkembang. Karena itu Jew disebut sebagai nama rumah bujang. 

Rumah jew hanya boleh ditempati oleh anak laki-laki yang belum. Di rumah tersebut juga mereka mendapatkan pendidikan tentang bermasyarakat serta peran laki-laki dalam masyarakat.

6. Rumah Adat Kariwari

Rumah Adat KariwariSumber: indonesiakaya.com

Rumah adat Kariwari merupakan tempat tinggal suku Tobati-Enggros yang menghuni Teluk Yotefa serta tepi Danau Sentani, di Jayapura. Rumah adat Papua yang satu ini khusus ditempati oleh anak laki-laki yang sudah berusia kira-kira 12 tahun. 

Fungsinya yaitu untuk menjadi tempat mendidik anak laki-laki. Mereka dididik untuk berkembang jadi lelaki yang mempunyai keberanian serta bertanggung jawab. Biasanya beberapa hal yang diajarkan di sini adalah mengenai cara berperang, memahat, membuat perahu juga membuat senjata.

Rumah adat Kariwari mempunyai bentuk yang khas mirip dengan limas segi delapan dan atapnya berbentuk kerucut. Bentuk rumah seperti ini dimaksudkan supaya bisa menahan hembusan angin, sedangkan atap yang mengerucut merupakan simbol untuk mendekatkan diri dengan leluhur.

Rumah adat ini mempunyai hiasan-hiasan yang identik sekali dengan budaya Papua. Rumah Kariwari memiliki tiga lantai. Bahan untuk membuat lantai adalah lapisan kulit kayu serta dindingnya dibuat dari cacahan pohon bambu air, sementara atapnya dibuat dari daun sagu. 

Untuk penopangnya di dalamnya digunakan dan mengikat satu sama lain supaya tidak terbawa angin. Pada rumah ini lantai paling bawah digunakan sebagai tempat untuk belajar para remaja laki-laki. 

Sementara itu lantai kedua difungsikan sebagai tempat pertemuan bagi para kepala suku serta tempat tidur para laki-laki. Terakhir lantai ketiga. Lantai ini merupakan tempat untuk berdo’a juga meditasi.

7. Rumah Adat Kaki Seribu

Rumah Adat Kaki Seribu

Rumah adat Papua yang satu ini merupakan rumah adat suku yang berdiam di Pegunungan Arfak di daerah Papua Barat. Beberapa suku yang tinggal di sini di antaranya suku Hatam, Meyakh, Moille, dan Sough.

Berbeda dari rumah adat honai yang posisinya di tanah, rumah adat kaki seribu berbentuk rumah panggung yang tinggi. Rumah ini dibuat menggunakan kayu-kayu bulat kecil serta jumlahnya sangat banyak maka disebut dengan rumah kaki seribu.

Agar kuat, kayu-kayu bulat tersebut diikat menggunakan tali serat kayu serta rotan. Ada juga kayu gelondongan tua yang kokoh yang menjadi tiang penyangga dan dijalin rapi serta berlapis. Rumah adat kaki seribu oleh penduduk setempat disebut dengan nama ‘Iqkojei’ atau ‘Mod Aki Aksa’.

8. Rumah Adat Wamai

Rumah Adat WamaiSumber: indonesiakaya.com

Rumah wamai dibangun khusus untuk dipakai sebagai tempat menyimpan ternak milik beberapa suku di Papua. Adapun hewan ternak yang ada di rumah ini yaitu babi, ayam, anjing, serta hewan ternak lainnya.

Pada umumnya, bentuk rumah wamai adalah persegi. Namun ada juga yang membangun rumah ini dalam bentuk lain. Besar rumah ini bergantung pada banyaknya hewan ternak yang dipunyai tiap keluarga.

Itulah delapan rumah adat Papua yang bisa kamu jumpai saat berkunjung ke pulau yang berada di paling timur Indonesia ini. Rumah adat ini memiliki beragam bentuk juga fungsi. Ada yang berbentuk rumah panggung, rumah yang menempel pada tanah dan ada juga rumah yang terletak di pohon.

Semua keunikan rumah adat ini menambah kayanya budaya Indonesia. Bagi kamu yang tertarik dengan arsitektur rumah tradisional di Papua, kamu bisa mengunjungi rumah-rumah adat tersebut. Selamat menjelajah!

Kategori:
cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram