4 Jenis Rumah Adat Yogyakarta dan Ciri Khas yang Unik
Selain, rumah sultan Yogyakarta, ada juga rumah adat tempat tinggal rakyat kecil. Rumah ini digunakan oleh orang-orang dari kalangan biasa. Rumah kampung ini kebanyakan mempunyai ukuran yang lebih kecil. Bentuknya bujur sangkar. Rumah kampung mempunyai kamar yang berjumlah ganjil.
Ini adalah bagian dari mitos yang dipercaya oleh masyarakat Yogyakarta. Jika sebuah rumah memiliki jumlah kamar genap, hal tersebut dipercaya akan mendatangkan malapetaka dan musibah.
Rumah kampung disokong oleh tiang berjumlah 4, 6, 8 dan seterusnya. Atap terletak pada dua belas sisi atas rumah dengan satu bubungan. Atap di sebelah kiri dan kanan disebut dengan tutup keyong.
Kerangka pada bangunan model rumah kampung terdiri dari tiang, ander, blandar, penegret, sundut, dan molo.
Rumah kampung Yogyakarta mengalami perkembangan yang cukup banyak dan bervariasi. Inilah yang akhirnya membentuk rumah kampung dengan aneka bentuk yang berbeda. Perkembangan rumah adat kampung Yogyakarta meliputi:
- Kampung Klabang Nyander
- Kampung Dara Gepak
- Kampung Pacul Gowang
- Kampung Lambang Teplok
- Kampung Cere Gancet
- Kampung Semar Pinondhong
- Kampung Sroting
- Kampung Lambang Teplok semar Tinandhu
- Kampung Gajah Njerum
3. Rumah Adat Limasan

Rumah adat Yogyakarta berikutnya adalah limasan. Orang Yogyakarta mengartikan limasan sebagai lima belasan. Lima belasan menandakan bahwa rumah adat ini berukuran 5 meter. Sangat sederhana.
Jika diperhatikan dari bentuknya, rumah adat Limasan mempunyai bentuk yang mirip dengan rumah kampung. Bedanya terletak pada bangunan di belakang atau yang berada di rusuk rumah. Bagian ini disebut dengan sengkuap.
Pada atap rumah Limasan sengkuap mempunyai empat sisi. Bentuk keseluruhan rumah ini adalah berbentuk segi empat dengan tiang berjumlah empat, enam, delapan dan seterusnya.
Yang khas dari rumah Limasan adalah molo. Molo adalah sebuah sebutan bagi kerangka atap rumah adat limasan. Bentuknya ujung atapnya lurus dan panjang. Karena itulah sebelum molo dipasang, masyarakat pantang untuk melangkahi molo.
Rumah limasan terdiri dari tiga bagian. Bagian depan rumah digunakan sebagai tempat menerima tamu. Bagian tengah untuk bersantai dan difungsikan sebagai ruang untuk berkumpul dengan keluarga. Bagian belakang rumah limasan adalah sentong kiwo dan sentong tengah.
4. Rumah Panggang-Pe

Yogyakarta mempunyai rumah adat lain yang paling sederhana dan paling dasar. Masyarakat Yogyakarta menyebutnya rumah panggang-pe. Rumah adat ini merupakan bangunan pertama yang digunakan orang untuk melindungi diri dari gangguan udara dingin, terik matahari, panas dan hujan.
Rumah panggan-pe mempunyai bangunan yang sangat sederhana dan hanya menggunakan empat sampai enam tiang. Di sekeliling bangunan rumah adat ini ditegakan dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau papan.
Karena sangat sederhana, rumah adat panggang-pe hanya memiliki satu ruangan. Jika ada kebutuhan keluarga maka akan ditambahkan ruangan lain di teras belakang rumah. Ini yang menyebabkan rumah panggang-pe punya banyak variasi, misalnya:
- Panggang-Pe Empyak Setangkep.
- Panggang-Pe Cere Gancet.
- Panggang-Pe Gedhang Selirang.
- Panggang-Pe Barengan.
- Panggang-Pe Trajumas.
Atap rumah panggang-pe terdiri dari satu bagian atap yang dibuat miring. Pada masa selanjutnya rumah model ini dapat dikembangkan dengan menambah ukuran panjang dan lebar rumah utama. Bentuk rumah seperti ini masih bisa ditemui di penginapan, pasar, dan pabrik.
Nah, itulah informasi mengenai rumah adat Yogyakarta yang bisa kamu ketahui. Rumah adat adalah sebuah hunian yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menetap, ia adalah sebuah representasi kebudayaan suatu masyarakat.
Rumah adat ini mempunyai arti penting dalam sudut pandang sejarah dan lagi rumah adat adalah sebuah warisan budaya yang harus dilestarikan. Jadi, selain untuk menambah wawasan, mempelajari rumah adat adalah hal yang menyenangkan, bukan?