8 Fakta Tradisi Ngejot di Lombok yang Sarat Nilai Budaya

Ditulis oleh Siti Hasanah

Masyarakat Lombok punya banyak tradisi unik dalam memeriahkan momen Idul Fitri. Di provinsi yang kayak akan kearifan lokal ini masyarakatnya masih mempertahankan tradisi Ngejot. Tradisi yang diadakan massal ini adalah sebuah festival besar yang dilakukan sehari setelah atau sebelum lebaran. Kamu bisa menemukan tradisi meriah ini di Desa Paer Lenek, Kecamatan Lenek, Lombok Timur.

Ngejot adalah kata dalam bahasa Sasak Desa Lenek. Kata tersebut berasal dari kata dasar “jot” yang berarti datang. Tradisi ini diartikan sebagai silaturahmi atau mendatangi saling berbagi rezeki berupa makanan. Apa saja keseruan Festival Ngejot yang menjadi daya tarik dari Lombok ini? Kami sudah mengumpulkan beberapa fakta menarik dari tradisi meriah ini. Berikut informasinya.

1. Menggunakan Wadah Tradisional

Sumber: menpan.go.id

Pada prakteknya, dalam tradisi ngejot para tamu yang hadir membawa berbagai macam makanan yang telah dimasak sebelumnya. Makanan tersebut nantinya akan dipersembahkan kepada keluarga kerabat dan tokoh-toko penting di Desa Paer Lenek, Lombok.

Untuk mengantarkan makanan tersebut masyarakat menggunakan wadah dulang yang biasa disebut sampak. Makanan yang telah diwadahi dalam sampak nantinya akan dikirim ke kerabat keluarga dan tokoh yang disebutkan di atas.

2. Meriahkan Momen Idul Fitri dan Mempererat Silaturahmi

Tradisi ngejot yang merupakan tradisi di hari raya idul fitri ini sarat akan nilai-nilai agama dan sisi reljius dari masyarakat di Desa Lenek, Lombok Timur. Tradisi ini diselenggarakan untuk menyambut hari raya suci yang hanya datang setahun sekali.

Tradisi ini juga menjadi ajang untuk mempererat silaturahmi antar masyarakat di wilayah tersebut. Pasalnya pada perayaan tersebut semua masyarakat tumpah ruah di lokasi acara.

Sejak pertama kali helatan ini digelar, lokasi acara tidak pernah berubah. Festival ngejot selalu diadakan di Lapangan Wirangbaya.

3. Peserta Terdiri dari Perempuan

Keseruan dalam festival ngejot ditandai dengan berkumpulnya banyak peserta yang akan menghadiri ngejot. Tapi dalam tradisi ini, hanya kamu hawa yang hadir sebagai tamu utama.

Pada perayaan ngejot semua anak gadis, remaja, dan dewasa sampai para sepuh hadir sambil membawa sampak. Sampak yang sudah diisi dengan berbagai jenis makanan dan jajanan Desa Lenek kemudian akan ditutupi tudung yang berbuat dari anyaman daun lontar merah yang disebut tembolak.

4. Sungkeman Khas Desa Lenek

Puncak acara festival ngejot merupakan ajang silaturahmi dan saling memaafkan antara keluarga. Dalam rangkaian acara ini ada acara sungkeman sebagai bentuk penghormatan dari keluarga yang lebih muda ke pihak yang lebih tua.

Misalnya anak kepada orang tua, orang tua kepada kakek dan nenek dan seterusnya. Mereka akan sungkem dengan cara khas Desa Lenek.

Sungkeman tersebut diharapkan akan meluruhkan semua khilaf dan perbuatan buruk yang telah dilakukan. Dengan begitu setelah lebaran ini semua orang seperti terlahir kembali tanpa ada dosa dan perasaan buruk.

Baca juga: 10 Tradisi Lebaran di Mekkah yang Menarik untuk Diketahui

5. Penyerahan Jot-Jotan

Sumber: suarantb.com

Penyerahan jot-jotan merupakan salah satu puncak acara dalam fetival ini. Setelah semua peserta berkumpul, kemudian para pemuda Desa Paer Lenek menyerahkan jot-jotan.

Jot-jotan dalam bahasa Indonesia adalah sesajen. Dalam tradisi ngejot, sesajen yang diberikan berisi berbagai jenis makanan ringan dan lauk pauk khas Desa Lenek. Hal inilah yang membuat tradisi ini disebut dengan Festival Ngejot, festival seserahan sesajen berupa makanan khas.

Sebelum jot-jotan diserahkan, pada tetua adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat diharuskan untuk berwudhu. Para tokoh penting tersebut akan berwudhu di tempat yang telah disediakan oleh para pemuda dan panitia sebelumnya.

Selesai berwudhu para tokoh penting Desa Lenek tersebut berkumpul di sebuah tenda atau saung yang terbuat dari anyaman daun pohon kelapa. Saung bambu ini disebut pepaosan dalam bahasa Desa Lenek.

Kemudian, para pemuda akan menghampiri para tokoh tersebut sambil membawa jot-jotan dan sungkeman dimulai.

6. Hantaran Sampak pada Keluarga

Sumber: mayung.id

Setelah penyerahan jot-jotan selesai dilakukan, biasanya para peserta akan berjalan beriringan dan mengantarkan sampak ke rumah keluarga masing-masing.

Setiap peserta bebas mengantarkan sampak ke orang yang ingin mereka kirimi. Ada beberapa masyarakat yang mengantarkan sampak ke masjid-masjid terdekat.

Makanan dalam sampak tersebut bisanya digunakan untuk menu berbuka jamaah yang shalat di masjid di hari terakhir Ramadhan tersebut.

7. Ngejot di Masa Modern

Tradisi ngejot memang sebuah tradisi yang dilakukan turun temurun. Tradisi yang sarat dengan makna budaya ini mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Kini ngejot dilakukan sehari setelah lebaran.

Tetua adat Desa Lenek, Gunaria menyatakan bahwa ini dipengaruhi oleh pola hidup masyarakat sekarang. Dulu masyarakat Desa Lenek hidup dengan budaya dan tradisi yang mengikat. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari menjalankan adat istiadat dan norma yang berlaku saat itu.

Ini terlihat dari penggunaan sampak yang masih dipertahankan sampai sekarang. Sampak dianggap sebagai wadah yang tempat dan secara etika pun pantas dilakukan untuk menyajikan hidangan pada orang yang lebih tua dan dihormati.

Kemajuan teknologi juga mempengaruhi hari perayaan ngejot. Adanya teknologi menjadi alasan kenapa ngejot dilakukan setelah shalat idul fitri. Zaman dulu sebelum ada angkutan, ngejot hanya dilakukan di daerah-daerah terdekat yang bisa dijangkau dengan jalan kaki.

Sekarang masyarakat bisa ngejot ke tempat yang jauh dan bisa menjangkau kerabat yang tidak tinggal di lingkungan sekitar. Sambil mengantarkan jot-jotan, mereka menaiki angkutan dan bertandang ke rumah kerabat sambil sungkeman dan mengantarkan makanan dalam sampak.

8. Sebagai Bentuk Sedekah

Bulan Ramadhan disebut-sebut sebagai bulan penuh berkah di mana semua kegiatan ibadah bernilai pahala melimpah. Di bulan-bulan ini tak sedikit orang yang berlomba mengadakan bakti sosial dan bersedekah.

Praktek ngejot pada dasarnya mempunyai makna bersedekah pada sesama manusia. Jot-jotan dan hantaran yang dilakukan menjadi bukti bahwa ngejot lekat dengan kegiatan amal.

Tradisi ngejot yang dilakukan di Desa Paer Lenek menjadi sebuah ajang kegiatan amal yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lenek. Tradisi tersebut kini dilakukan sehari setelah lebaran. Pertimbangannya adalah faktor ekonomi masyarakat yang terbilang masih rendah.

Bisa jadi di hari tersebut ada masyarakat yang baru mulai masak dan tidak bisa memenuhi kebutuhan lebaran saat itu.

Dengan adanya tradisi ngejot diharapkan semua lapisan masyarakat bisa merasakan kebahagian tanpa kekurangan makanan dalam menyambut hari penting bagi semua umat muslim di Desa Paer Lenek.

Nah, itulah fakta menarik dari festival ngejot yang diadakan di Lombok. Di samping sebagai upaya untuk menjaga tradisi leluhur, ngejot merupakan sebuah ajang mempromosikan kearifan lokal dari Lombok agar generasi muda bisa mengenalnya.

Dengan begitu tradisi ini akan terus lestari dan para pemuda bisa semakin menumbuhkan kesadarannya untuk menjaga warisan budaya yang sarat akan nilai luhur ini.  Sayang sekali kalau budaya pemersatu masyarakat ini hilang karena generasi muda kenal dan tidak diperkenalkan pada tradisi seru yang hanya ada satu tahun sekali.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram