8 Budaya dan Tradisi Papua yang Paling Unik dan Menarik

Ditulis oleh Okta Tri Umami

Sudah bukan hal aneh jika Indonesia kaya akan budaya dan bahasa yang tersebar dari ujung Sabang hingga ujung Merauke, dari barat Indonesia hingga timur Indonesia. Meskipun demikian, berbeda-beda namun tetap satu, Satu Indonesia.

Bisa dikatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki berjuta-juta budaya. Budaya pada setiap daerah pun berbeda-beda, mulai dari bahasa, pakaian, hingga rumah adat.

Salah satu daerah yang memiliki banyak budaya adalah Papua. Selain memiliki sumber daya alam yang melimpah, Papua juga terkenal sebagai daerah yang memiliki jumlah suku terbanyak di Indonesia.

Setiap suku di papua memiliki budaya dan tradisi yang berbeda-beda. Tradisi-tradisi yang ada di suku Papua juga memiliki makna yang dalam di setiap upacara pelaksanaanya.

Dan biasanya selalu menyimbolkan segala hal yang berkaitan dengan alam. Penasaran dengan tradisi unik yang dimiliki Papua? Yuk, langsung simak ulasannya berikut ini.

1. Tradisi Bakar Batu

*

Tradisi Bakar Batu adalah sebuah tradisi yang penting bagi seluruh penduduk asli Papua. Tradisi Bakar Batu bermakna sebagai bentuk rasa syukur dan ajang silaturahmi antar warga sekampung.

Acara Bakar Batu biasanya diadakan pada saat ada kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku, dan pengumpulan prajurit perang. Tradisi Bakar Batu biasanya dilakukan oleh suku asli Papua yang tinggal di pedalaman, seperti di Lembah Baliem, Panaiai, Nabire Pegunungan Bintang, dan lain-lain.

Nama dari pesta adat ini berbeda-beda di setiap daerahnya. Di suku Paniai, tradisi Bakar Batu disebut dengan Gapiia, di Wamena disebut dengan Kit Oba Isogoa, sedangkan di Jayawijaya disebut dengan Barapen.

Disebut dengan tradisi Bakar Batu karena memang benar-benar batu dibakar hingga panas. Fungsi batu yang panas adalah untuk mematangkan daging, ubi, dan sayur-sayuran beralaskan daun pisang yang akan menjadi santapan seluruh warga pada acara yang sedang berlangsung.

Makanan sengaja dimasak dengan cara seperti ini agar semua masakan dapat langsung dimasak secara bersamaan dan matang di saat yang bersamaan pula. Terlihat sangat seru dan akrab banget, ya?

2. Tradisi Potong Jari

*

Tradisi Potong jari adalah tradisi yang dilakukan oleh suku Dani di Papua. Suku Dani adalah suku yang mendiami Lembah Baliem. Tradisi potong jari pada suku Dani sudah ada sejak zaman dahulu dan masih dilaksanakan hingga sekarang.

Tradisi potong jari menyimbolkan suatu kerukunan, kesatuan, dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seorang manusia maupun di dalam sebuah keluarga.

Keluarga adalah tumpuan paling berharga yang dimiliki oleh seorang manusia, jari dipercaya menyimbolkan keberadaan dan fungsi dari sebuah keluarga itu sendiri.

Tradisi potong jari dilakukan ketika seseorang kehilangan salah satu anggota keluarga atau sanak saudara seperti suami, istri, anak, adik, dan kakak untuk selama-lamanya.

Pada suku Dani, kesedihan dan rasa duka cita akibat kemalangan juga kehilangan salah satu anggota keluarga tidak hanya di apresiasikan dengan menangis, namun juga memotong jari.

Suku Dani beranggapan bahwa memotong jari adalah simbol dari rasa sedih dan rasa sakit kehilangan salah satu anggota keluarga. Tradisi potong jari juga dianggap sebagai cara untuk mencegah terjadinya kembali malapetaka yang merenggut nyawa seorang anggota keluarga yang sedang beduka.

3. Tradisi Ararem (Suku Biak)

*

Ararem adalah tradisi khas suku Biak, tradisi ini biasanya diadakan di acara perkawinan. Ararem adalah arak-arakan keluarga besar mempelai pria dari pengantin yang menghantar sang calon suami beserta dengan mas kawin untuk calon mempelai wanita.

Pengantaran mas kawin dilakukan dengan berjalan kaki dari kediaman mempelai pria menuju kediaman mempelai wanita, masing-masing anggota keluarga memegang mas kawin yang berupa piring-piring adat, guci, dan lain sebagainya.

Uniknya, rombongan arak-arakan calon mempelai pria, selain membawa seserahan pernikahan, mereka juga membawa bendera merah putih yang berkibar bersama mereka.

Belum diketahui dengan jelas alasan mengenai penggunaan bendera merah putih saat berlangsungnya arak-arakkan. Mungkin bendera merah putih digunakan untuk menunjukan bahwa mereka adalah bangsa Indonesia, dan Ararem adalah budaya milik Indonesia.

4. Tradisi Tato

Tradisi Tato
*

Tradisi Tato dilakukan oleh suku Moi atau suku Malamoi. Tato adalah tradisi menghias diri dengan membuat tato bermotif khas pada tubuh. Motif khas pada tato suku Moi dulunya diperkenalkan oleh seseorang imigran yang berprofesi sebagai penutur Austrenesia dari asia yang datang ke wilayah Sorong pada zaman neolitik.

Motif tato yang digunakan suku Moi berupa geometris atau semacam garis-garis melingkar yang dilengkapi dengan titik-titik segitga kerucut atau tridiagonal yang dibariskan dengan rapi.

Tato dibuat dengan cara mencelupkan duri pohon sagu atau tulang ikan pada campuran arang halus yang disebut dengan Yak Kibi, dan juga Loum atau getah pohon. Kemudian, duri atau tulang ikan tersebut digunakan untuk membuat tato pada bagian tubuh, seperti punggung, dada, betis, pinggul, dan kelopak mata.

Desain tato yang akan dibuat disesuaikan dengan bentuk bagian tubuh yang akan ditato. Sayangnya, tradisi ini sudah mulai luntur, pemuda-pemuda suku Moi sudah tidak mentato dirinya lagi.

5. Tradisi Tanam Sasi

Tradisi Tanam Sasi
*

Tradisi Tanam Sasi adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di daerah timur Indonesia, seperti Maluku dan Papua. Sasi adalah tradisi yang biasanya dilakukan untuk menjaga sumber daya alam. Sasi juga dikenal sebagai cara pengolahan sumber daya alam di desa-desa pesisir Papua.

Sampai sekarang, upacara Tanam Sasi masih sering dilakukan. Jika Anda ke daerah timur maka Anda bisa melihat beberapa pohon ditandai dengan tulisan “Sasi” yang artinya Anda tidak diperbolehkan mengambil apapun yang ada di daerah sekitar tulisan “Sasi” tersebut.

Sasi sendiri adalah upaya pelestarian guna menjaga mutu, populasi sumber daya alam, baik hewani maupun nabati berupa larangan mengambil hasil sumber daya alam itu sendiri. Sasi juga digunakan sebagai suatu upaya untuk memelihara tata krama antar umat manusia dengan alam sekitar.

6. Tradisi Pembuatan Tifa Menggunakan Darah

*

Tifa adalah sebuah alat musik khas wilayah Indonesia Timur, Papua dan Maluku. Tifa bentuknya menyerupai kendang, terbuat dari kayu yang dilubangi pada bagian tengahnya dan juga dilapisi kulit binatang. Tifa memiliki beberapa jenis dan bentuk, di antaranya adalah Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, dan Tifa Bas.

Dalam pembuatannya, biasanya menggunakan lem untuk merekatkan beberapa bagian. Namun di Papua, ada tradisi pembuatan Tifa dengan menggunakan darah manusia. Darah tersebut berfungsi sebagai lem. Dengan menggunakan darah, Tifa dipercaya akan menjadi lebih kuat dan awet.

7. Tradisi Festival Lembah Baliem

*

Festival Lembah Baliem adalah tradisi yang diadakan oleh suku-suku yang tinggal di sekitaran lembah Baleim seperti suku Dani, suku Yali, dan suku Lani. Festival Lembah Baliem awalnya adalah sebuah acara perang antar suku di Baliem, sebagai lambing dari kesuburan dan kesejahteraan. Festival ini telah diadakan secara turun temurun.

Meskipun sebuah ajang adu kekuatan antar suku, acara festival lembah Baliem tetap aman untuk dinikmati para wisatawan. Bahkan sekarang ini, lembah Baliem telah menjadi salah satu destinasi wisata di Papua. Selain peperangan, dalam festival ini juga ada tarian.

Festival Lembah Baliem diadakan setiap bulan Agustus. Festival Lembah Baliem pertama kali digelar pada tahun 1989, dan masih terus dilaksanakan hingga sekarang. Festival Lembah Baliem diselenggarakan selama 3 hari berturut-turut.

8. Tradisi Mansorandak

*

Tradisi Masorandak adalah tradisi khas masyarakat suku Biak di teluk Doreri, Manokwari, Papua Barat. Tradisi Mansorandak biasanya diadakan ketika salah satu anggota keluarga kembali pulang dari tanah perantauan.

Tradisi ini sendiri merupakan bentuk rasa syukur atas kembalinya sanak saudara dalam keadaan sehat dan selamat dari perantauan dan berkumpul kembali bersama keluarga.

Mansorandak disebut juga dengan tradisi injak piring. Anggota keluarga yang baru pulang dari perantauan dimandikan menggunakan air kembang yang disimpan dalam piring adat besar setelah disambut oleh keluarga.

Pemandian ini bertujuan untuk menghilangkan roh-roh jahat yang mungkin menempel pada tubuh perantau dari tempat sebelumnya. Setelahnya, sang perantau dibawa ke dalam sebuah ruangan khusus bersama dengan seluruh anggota keluarga besarnya.

Dalam ruangan tersebut, sang perantau harus mengitari 9 piring adat sebanyak 9 kali. Angka sembilan melambangkan jumlah marga Suku Doreri di Manokwari.

Selanjutnya, sang perantau diharuskan menginjak buaya yang dibuat dari tanah di atas piring. Buaya tersebut disimbolkan sebagai tantangan dan cobaan yang akan menyertai perjalanan hidup sang perantau. Ketika menginjaknya, dipercaya dapat melewati segala tantangan dan cobaan dalam hidup.

Demikianlah informasi mengenai tradisi-tradisi tradisional di Papua dari Keluyuran. Indonesia kaya akan budaya kearifan lokal dan tradisi-tradisi yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Jika Anda bersandang ke tanah Papua, tidak ada salahnya untuk menikmati budaya serta keindahan pantai di Papua yang asri. Tetap lestarikan budaya Indonesia, ya!

Kategori:
cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram