Yuk, Berkenalan dengan Papeda, Makanan Khas Suku Dani!

Ditulis oleh Siti Hasanah

Setiap wilayah pastilah mempunyai makanan khasnya masing-masing. Makanan yang menjadi ciri khas kedaerahan tersebut selalu menjadi incaran bagi wisatawan atau pendatang yang berkunjung ke suatu tempat. Makanan khas suatu daerah dirasa istimewa sebab ia mempunyai sejarah yang tak bisa lepas dari asal usul masyarakat yang mendiami suatu tempat tersebut. 

Ini berlaku bagi makanan khas suku Dani yang mendiami salah satu wilayah di Papua. Suku terbesar di pulau paling timur Indonesia ini punya makanan khas yang disebut dengan Papeda. Papeda bagi masyarakat Papua, khususnya suku Dani, bukan cuma perkara hidangan penghilang lapar. Lebih dari itu, ia adalah sebuah adat kebudayaan leluhur mereka yang sangat mereka junjung tinggi. 

Sejarah Panjang Papeda

Sejarah Panjang Papeda

*

Masyarakat suku Dani dan suku-suku lainnya di Papua memanfaatkan sagu sebagai bahan utama pembuatan papeda. Sagu diolah menjadi beberapa jenis papeda, misalnya papeda kering, papeda basah dan papeda bentuk lempeng. 

Pola produksi dan konsumsi pohon endemik ini tak bisa dilepaskan dari kebudayaan kuno masyarakat Papua yang menganut pola berburu, melaut dan ladang berpindah. Masyarakat mengkonsumsi papeda dengan menu sayuran lain yang didapat dari hasil berburu binatang dan mencari buah-buahan dihutan. 

Pohon sagu digambarkan sebagai pohon sumber pangan tertua bagi manusia. Sari pati sagu telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok yang menunjang kebutuhan subsistem. 

Salah seorang peneliti etnobiologi, Roy Ellen meneliti sejumlah bukti yang memperkuat dugaan mengenai pemanfaatan sagu di wilayah Papua dan Maluku. Ia menemukan bukti bahwa sagu diekstrak dan hasil ekstraksinya digunakan sebagai bahan makanan pokok. 

Meskipun bukti arkeologis mengenai papeda ini masih terbatas, tapi petunjuk berupa tumpukan sisa perkakas yang masih terdapat residu sari pati sagu yang digunakan oleh orang-orang Papua dahulu memperkuat dugaan mengenai sagu dan makanan pokok yang mereka buat di wilayah tersebut. 

Pengolahan sagu untuk diambil sari patinya diperkirakan sudah berlangsung di zaman pleistosen. Perpindahan dan sebaran permukiman diduga menjadi penyebab munculnya ide untuk mengeringkan batang sagu sampai akhirnya terciptalah makanan khas yang dinamai papeda. 

Manfaat sagu bukanlah hanya sebagai bahan pembuat papeda. Sagu bagi masyarakat suku Dani dan Papua punya fungsi sebagai perangkat sistem pengetahuan dan religi bagi mereka. 

Papeda dan Tradisi Masyarakat Suku Dani di Papua

Papeda dan Tradisi Masyarakat Suku Dani di Papua

*

Bagi masyarakat yang mendiami wilayah timur seperti Papua dan sebagian Sulawesi, sagu merupakan tanaman pokok yang sangat penting. Sama pentingnya seperti beras bagi masyarakat di pulau Jawa dan beberapa tempat di Indonesia. 

Hutan sagu di wilayah Papua luas menghampar. Hutan ini merupakan yang terbesar di dunia. Luasan hutan sagu Indonesia hampir mencapai 90% luasan sagu di dunia. Tak heran jika masyarakat masyarakat suku Dani yang memanfaatkan sagu untuk berbagai keperluan, sandang, pangan dan papan.

Yang paling populer adalah pemanfaatan sagu sebagai bahan dasar pembuatan makanan khas masyarakat suku Dani, yaitu papeda. Bubur bertekstur lengket mirip lem yang punya rasa tawar ini mempunyai posisi yang amat penting.

Bagi masyarakat suku Dani sendiri papeda merupakan makanan tradisional yang sangat dihormati. Biasanya makanan ini selalu tersaji ketika ada upacara adat ritual suku. Misalnya saja pada upacara Watani Kame, upacara penanda berakhirnya siklus kematian seorang anggota masyarakat di Papua. 

Dalam upacara sakral itu papeda dibagikan kepada orang yang banyak berkontribusi dalam menyiapkan upacara tersebut. Masyarakat Raja Ampat pun memperlakukan sagu dengan begitu hormat.

Sama seperti suku Dani, masyarakat di sana menganggap sagu adalah sesuatu yang istimewa. Saking istimewanya kala panen sagu tiba biasanya masyarakat menggelar upacara khusus sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur. 

Lain lagi bagi masyarakat yang tinggal di kawasan Danau Sentani. Masyarakat di kampung ini punya tradisi khusus yang sudah dilakukan secara turun temurun, yaitu makan papeda dengan menggunakan sempe

Sempe merupakan sebuah perkakas yang terbuat dari tanah liat. Bentuknya mirip baskom dengan mulut yang lebar dan bagian dalamnya cekung. Perkakas ini merupakan alat tradisional khas Kampung Abar di Distrik Ebungfau. Masyarakat ini punya keahlian dalam membuat perkakas yang terbuat dari tanah liat. 

Hasil karya mereka sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti wadah penyimpanan sagu, wadah penampungan air, dan wadah untuk memasak termasuk piring. Dalam tradisi masyarakat setempat satu keluarga makan papeda dari satu sempe yang sama.

Masyarakat di Kampung Abar ingin menghidupkan kembali tradisi yang sudah dilakukan oleh nenek moyang mereka dan sekarang generasi-generasi muda Kampung Abar di sekitar Danau Sentani ingin melestarikan tradisi tersebut agar tidak hilang dimakan zaman. 

Di Kampung Abar para orang tua memutar papeda di sempe, semua anak-anak dipanggil untuk makan bersama. Mereka akan duduk melingkar menghadap papeda yang diwadahi sempe khas hasil karya masyarakat setempat. Makan bersama dengan menggunakan sempe yang sama punya sensasi berbeda.

Tradisi ini mirip dengan tradisi yang ada di Sunda di mana para anggota keluarga makan bersama dalam satu wadah. Orang Sunda menyebutnya dengan Bancakan. Bedanya alas makan yang digunakan orang Sunda bukan berupa wadah yang terbuat dari tanah liat, akan tetapi dengan alas daun pisang. 

Kegiatan makan papeda dalam satu sempe ini menjadi agenda rutin dalam helatan acara Festival Danau Sentani yang sudah digelar sejak tahun 2008 lalu. Dalam acara tersebut dipamerkan berbagai keunikan yang dimiliki suku-suku di sekitar Danau Sentani. 

Papeda dan Makanan Pendampingnya

Papeda dan Makanan Pendampingnya

Sumber: https://www.instagram.com/p/Bgvrdyyg8Hw/?utm_source=ig_embed

Masyarakat suku Dani mengolah sagu untuk dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan makanan terutama papeda yang merupakan makanan khas paling populer dari Papua. Tepung sagu didapat dengan cara memeras batang pohon sagu hingga keluar sari patinya. 

Inilah bahan yang akan diolah oleh masyarakat suku Dani untuk dijadikan bahan dasar pembuatan papeda dan makanan khas lainnya. Masyarakat biasanya menyimpan tepung sagu ini dalam sebuah wadah yang disebut dengan tumang. Kalau dibutuhkan, mereka akan mengambil sagu dari wadah itu. 

Ditilik dari prosesnya membuat papeda tidaklah sulit. Bahan yang diperlukannya pun sedikit. Hanya butuh tepung sagu murni dan air panas yang mendidih. Untuk membuat papeda kamu hanya perlu mencampurkan sagu dengan air panas tersebut lalu diaduk sampai tekstur sagu berubah menjadi kenyal. 

Makanan khas suku Dani ini tidak berasa alias tawar. Oleh sebab itu ia perlu dipadukan dengan makanan pendamping lainnya. Masyarakat suku Dani umumnya menikmati papeda dengan paduan sayur kuah kuning khas Papua dengan bahan utama ikan tongkol, kakap, ikan bubara dan ikan kuwe. 

Menu lainnya yang tak kalah sedap adalah sayur ganemo yang terbuat dari bunga pepaya yang ditumis dengan daun melinjo muda yang dibumbui cabe merah. Rasa gurih, pedas dan sedikit pahit dari bahan-bahan tersebut berpadu menghasilkan cita rasa unik yang bikin nagih. 

Nah, itu lah informasi mengenai keunikan makanan khas suku Dani yang dikenal dengan nama papeda.  Sekarang ini papeda tidak hanya ditemukan di Papua. Masyarakat di pulau lain bisa mencicipi olahan tersebut. Selain itu papeda kini dijual sebagai street food yang bisa kamu temukan di pusat-pusat jajanan tradisional. 

Kategori:
cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram