Fakta Kampung Pulo, Kampung Adat di Tengah Situ Cangkuang

Ditulis oleh Siti Hasanah

Selain Kampung Adat Dukuh di Desa Cikelet, Garut juga punya kampung lainnya yang diresmikan sebagai kampung adat, yaitu Kampung Pulo. Secara administratif kampung ini tepatnya terletak di Kampung Cijakar, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.

Kawasan ini merupakan sebuah bagian dari kawasan wisata Situ Cangkuang yang tersohor dengan situs peninggalan  agama Hindu berupa candi.

Kampung adat satu ini dikelilingi pemandangan alam yang masih asri dan pesona non fisik lainnya berupa kebudayaan warisan nenek moyang yang ada di Kampung Pulo.

Kampung Adat Pulo sejatinya adalah kelompok masyarakat yang mempertahankan kebudayaan Hindu, namun tetap menjalankan syariat Islam. Nah, inilah fakta dari kampung adat yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu ini.

Baca juga: Fakta Kampung Adat Cikondang

Asal Usul Nama Kampung Pulo

Asal Usul Nama Kampung Pulo

Kampung Pulo posisinya berada di tengah-tengah Situ Cangkuang. Lokasi kampung ini bisa dijangkau dengan menggunakan rakit yang dibuat oleh pengelola tempat wisata Situ Cangkuang dengan tarif sekitar Rp10.000.

Menurut cerita masyarakat, Situ Cangkuang dibuat oleh seorang tokoh bernama Eyang (Embah Dalem Arif Muhamad) yang berasal dari Kerajaan Mataram. Embah Dalem Arif Muhamad membendung aliran air sehingga terbentuklah Situ Cangkuang seperti yang kita lihat hari ini.

Selain menyebarkan ajaran Islam, Embah Dalem Arif Muhamad ditugasi oleh Sultan Agung dari Mataram untuk membantu melawan VOC. Namun, beliau dan pasukannya kalah oleh pasukan VOC. Malu karena kalah, beliau tidak kembali ke Mataram dan memilih tinggal di Kampung Pulo.

Saat itu masyarakat Kampung Pulo masih menganut ajaran Hindu. Sejak masuknya Eyang Embah Dalem, ajaran Islam mulai dianut. Beliau tinggal di kampung di tengah Situ Cangkuang ini hingga wafat dan dimakamkan di Kampung Pulo.

Akulturasi Budaya dan Agama

Salah satu keunikan dari Kampung Pulo adalah adanya percampuran budaya dan agama Hindu dengan Islam. Sebelum Eyang masuk ke kampung ini, masyarakat juga menganut kepercayaan dinamisme dan animisme.

Ketika Eyang memutuskan menetap di kampung yang kelak menjadi kampung adat ini, beliau menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penduduk sekitarnya di Situ Cangkuang. Dengan bertambahnya ajaran islam, Kampung Pulo semakin kaya akan nilai percampuran budaya.

Meskipun taat beribadah dan menjalankan perintah Islam sesuai dengan ajaran yang dibawa Embah Dalem Arif Muhamad, masyarakat juga masih menjalankan tradisi Hindu dan ritual kepercayaan animisme dan dinamisme lainnya, seperti syukuran, memandikan pusaka, mengirimkan sesajen, dan lain-lain.

Hanya Mempunyai 7 Bangunan yang Punya Simbol Tertentu

Hanya Mempunyai 7 Bangunan yang Punya Simbol Tertentu

Sejak abad ke-17 sampai saat ini, di Kampung Pulo terdapat tujuh bangunan pokok yang terdiri dari enam rumah dan satu masjid. Jumlah ini tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Tujuh bangunan ini merupakan simbol untuk putra dan putri dari Embah Dalem Arif Muhamad.

Selama menetap di Kampung Pulo, Embah Dalem Arif Muhamad mempunyai tujuh keturunan. Enam anak perempuan, satu anak laki—laki. Enam rumah yang posisinya berhadap-hadapan ini melambangkan enam anak perempuan.

Sedangkan satu bangunan masjid di Kampung Pulo melambangkan anak laki-laki Eyang. Saat ini, jumlah penduduk Kampung Pulo ada 23. Mereka dipimpin oleh satu kuncen dan satu kepala adat. Keduanya bertanggung jawab memeliharan dan merawat budaya, adat dan tradisi Kampung Pulo.

Menerapkan Sistem Kekerabatan Matrilineal

Rumah-rumah di Kampung Pulo dihuni oleh satu kepala keluarga. Apabila terdapat anggota keluarga yang menikah, setelah dua minggu dari upacara pernikahan, ia harus meninggalkan Kampung Pulo. Yang unik dari Kampung Pulo adalah diterapkannya sistem kekerabatan matrilineal.

Sistem ini berarti hak waris kekayaan dan hak menempati rumah adat jatuh pada pihak perempuan, bukan laki-laki. Hal ini disebabkan lantaran di Kampung Pulo, anak laki-laki Eyang Embah Dalem Arif Muhamad meninggal sebelum ia dewasa.

Pantangan dan Adat Istiadat di Kampung Pulo

Kampung pulo adalah kelompok masyarakat yang masih patuh pada nilai-nilai dan tradisi yang diajarkan nenek moyang. Bagian dari nilai-nilai ini tercermin dari adanya pantangan dan pamali yang berlaku di Kampung Pulo.

Masyarakat Kampung Pulo mempercayai beberapa pamali dan pantangan dalam kehidupan sehari-harinya. Semua itu harus dipatuhi oleh seluruh penduduk dan juga pengunjung yang datang ke Kampung Pulo dan Situ Cangkuang.

Kelima pantangan itu adalah tidak boleh berziarah di hari Rabu. Dulu, Rabu adalah hari bagi umat Hindu beribadah menyembah arca Siwa di Candi Cangkuang. Saat Eyang Embah Dalem Arif Muhamad datang, hari Rabu diubah menjadi hari untuk menyebarkan ajaran Islam.

Dan di hari itu pula, orang luar datang ke Kampung Pulo untuk belajar ilmu agama. Pergantian hari di Kampung Pulo terjadi selepas Ashar. Ini berarti hari Selasa ketika masuk waktu Ashar sudah berganti hari Rabu, Rabu Ashar berarti sudah masuk hari Kamis. Begitu seterusnya.

Pantangan berikutnya adalah tidak boleh membangun rumah kecuali berbentuk memanjang. Di Kampung Pulo ada dua jenis gaya bangunan, yaitu bangunan dengan atap Julang Ngapak dan Gajah Nyusu.

Masyarakat Kampung Pulo pantang menabuh gong besar. Muasal larangan ini berkaitan dengan kisah di Kampung Pulo yang terjadi pada anak laki-laki Eyang.

Saat itu Eyang sedang mengadakan acara syukuran khitan anak laki-lakinya. Si anak yang punya hajat diarak dengan menggunakan kuda-kudaan (jampana) yang diiringi dengan alat musik tradisional berupa gamelan lengkap dengan gong besarnya.

Tiba-tiba, terjadi angin besar yang membuat anak laki-laki yang sedang diarak tersebut jatuh dan meninggal seketika. Sejak saat itu, gong besar dilarang ditabuh di Kampung Pulo. 

Pantangan lainnya adalah tidak boleh beternak hewan berkaki empat kecuali kucing. Alasannya adalah kucing merupakan binatang peliharaan Nabi Muhamad SAW, sedangkan larangan beternak hewan berkaki empat adalah demi menjaga kebersihan dan agar kampung suci dari najis kotoran hewan.

Punya Koleksi Bukti Penyebaran Islam di Kampung Pulo

Bukti bahwa pernah terjadi adanya penyebaran agama Hindu terlihat dari situs di kawasan yang kini dikenal sebagai Candi Cangkuang. Sedangkan bukti adanya penyebaran agama Islam di Kampung Pulo terlihat dari adanya koleksi benda-benda bersejarah seperti kitab kuno dan Al-Quran kuno yang masih tersimpan di museum kecil Kampung Pulo.

Kitab-kitab yang merupakan naskah khutbah yang digunakan oleh Eyang kala itu juga masih tersimpan dengan baik. Kertas kitab-kitab tersebut terbuat dari kulit kayu saeh dan ditulisi dengan tinta arang yang ditulis sendiri oleh Eyang saat beliau masih aktif menyebarkan ajaran Islam.

Upacara Adat di Kampung Puloa yang Masih Bernafaskan Kebudayaan Hindu

Upacara dan ritual adat yang masih dilaksanakan di Kampung Pulo berkaitan dengan siklus hidup manusia, seperti upacara pernikahan, kehamilan dan kelahiran bayi serta ritual kematian. Ada pula upacara dan ritual dalam bidang pertanian, mendirikan rumah dan memandikan pusaka.

Upacara memandikan benda pusaka dilakukan setiap tanggap 14 Maulud. Acara ini biasanya dihelat selepas pukul 24.00 sampai 13.30 dan biasanya dihadiri oleh anggota keluarga yang ada di Kampung Pulo dan masyarakat luar.

Upacara ini dipimpim oleh kepala adat. Sebelum ritual upacara dimulai, ketua adat akan mempersipakan perlengkapan, seperti empat wadah berisi air yang diberi taburan kembang tujuh rupa, kain putih, sesajen lengkap dengan nasi tumpeng dan ikan bakar.

Ikan bakar haruslah ditangkap dari Situ Cangkuang. Upacara memandikan benda pusaka diawali dengan membasuh keris dengan air kembang tujuh rupa tersebut dan diiringi dengan bacaan shalawat oleh yang dibacakan oleh seluruh warga Kampung Pulo.

Acara ditutup dengan doa dan setelahnya masyarakat dipersilahkan untuk menikmati nasi tumpeng dan penganan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Nah, berkunjung ke Kampung Pulo bisa sekalian jalan-jalan. Kampung Pula berada di kawasan wisata Candi Cangkuang yang terkenal dengan pemandangan alamnya. Kamu bisa menjelajahi bagian situ dengan menaiki rakit dan melihat kearifan lokal yang masih terjaga dengan baik di sekitar lokasi wisata ini.

Hal menarik lainnya dari Kampung Pulo adalah adanya situs Hindu. Situs yang pertama kali ditemukan oleh Drs. Uka Candrasasmita tahun 1966. Situs ini diperkirakan berasal dari abad ke-8.

Nah, meskipun sudah dipugar, namun bentuk asli bangunan candinya masih dipertahankan. Agar lebih jelas, luangkan waktumu untuk menjelajahi langsung Kampung Pulo, Situ Cangkuang dan segala perniknya.

Kategori:
Tag:
cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram