3 Rumah Adat Asal Sulawesi Tengah yang Sangat Unik

Ditulis oleh Siti Hasanah

Provinsi Sulawesi Tengah dengan ibu kotanya Palu didiami oleh beberapa suku, contohnya suku pamona, kaili, bungku, mori, banggai, saluan, balantak, toli-toli, dan buol. Seperti halnya suku-suku lain di Indonesia, suku-suku di Sulawesi Tengah pun memiliki budaya dan adat istiadatnya masing-masing. Salah satu contoh dari budaya mereka adalah rumah adat.

Rumah adat Sulawesi Tengah adalah salah satu bentuk nyata dari warisan Indonesia. Beberapa dari rumah adat ini bertahan sampai sekarang. Rumah ini mempunyai keunikan tersendiri sesuai dengan namanya juga ciri khasnya. Apakah kamu penasaran, berapa banyak rumah adat yang ada di Sulawesi Tengah? Kalo penasaran, simak informasinya lengkapnya di artikel berikut ini.

1. Rumah Tambi

Rumah TambiSumber: dapoeryuyu.com

Rumah tambi mempunyai bentuk persegi panjang yang mirip dengan rumah panggung. Material yang digunakan untuk pembuatan rumah ini kebanyakan adalah kayu asli bonati serta batu alam. Terdapat pembagian ruangan di dalam rumah adat Sulawesi Tengah ini.

Untuk ukuran rumah tambi ini, panjangnya rata-rata sekitar 7×5 m2 dan bila dilihat sekilas, rumah adat ini nampak seperti jamur yang berbentuk prisma. Rumah ini selain dibangun menggunakan bahan kayu, untuk pembuatan atapnya digunakan bahan dari daun Rumbia, Ijuk kelapa ataupun sawit.

Pembagian ruangan di rumah adat ini terdiri dari ruang tamu dan dapur. Terdapat pembatas atau semacam sekat untuk ruang tamu dengan ruang dapur. Bangunan rumah adat ini harus menghadap ke arah utara atau selatan saja.

Rumah adat tidak diperbolehkan menghadap ataupun membelakangi arah matahari sesuai dengan kepercayaan yang dipegang oleh masyarakat di sana. Pembagian rumah adat ini dibuat secara detail, yaitu pintu rumah yang berbentuk empat persegi menghadap ke arah depan.

Sementara ruang utama merupakan ruang tamu untuk kalangan keluarga. Ruangan ini tidak dibagi menjadi kamar-kamar. Di bagian tengah rumah, yang merupakan ruang dapur, terdapat tungku untuk memasak.

Untuk pembatas tempat tidur serta untuk menyimpan harta di sekeliling rumah adat dibuat para-parayang. Tempat tidur yang terdapat di dalam rumah dibuat dari kulit kayu atau nunu.

Embeda merupakan pembeda status sosial di daerah ini yang didasarkan pada jumlah anak tangga. Apabila rumah adat itu dimiliki oleh orang yang kaya atau besar, rumah tersebut mempunyai anak tangga dalam jumlah yang genap.

Bentuk pembedaan status sosial lainnya yang bisa dilihat terletak pada bubungan rumah. Pada bubungan rumah orang kaya atau besar terdapat simbol kepala kerbau yang melambangkan kebesaran atau kepemimpinan juga kekayaan sang pemilik rumah.

Salah satu rumah adat Sulawesi Selatan milik suku Kaili ini memiliki desain yang bisa dibilang unik. Rumah adat ini secara umum adalah tempat tinggal untuk masyarakat Kaili.

Dibilang unik karena rumah ini di dalamnya hanya memiliki satu ruangan yang besar sekali dengan beragam fungsi seperti yang teah dipaparkan sebelumnya di atas. Rumah adat ini memiliki dua tambahan bangunan, yakni bangunan buhi dan pointua.

Adapun bangunan buhi memiliki dua lantai yang terdiri dari lantai satu yang letaknya ada di bawah yang digunakan untuk menerima tamu. Sementara lantai dua dipakai untuk lumbung padi.

Bangunan pointua difungsikan sebagai tempat untuk menumbuk hasil panen, yaitu padi. Di dalam rumah tambi terdapat lesung yang dinamakan dengan “iso”. Rumah ini memiliki ciri khas yaitu mempunyai desain berupa rumah panggung dan mempunyai tiang yang pendek.

Tinggi tiang tersebut tidak sampai satu meter dan fungsinya sebagai penyangga atap rumah dan bisa juga dijadikan sebagai dinding rumah. Masyakat Kaili selain mempunyai ornamen ukiran yang berupa kepala kerbau, rumah mereka juga dilengkapi dengan ukiran yang berbentuk ayam atau babi.

2. Rumah Souraja

Rumah SourajaSumber: kabarsultengbangkit.id

Souraja disebut juga dengan nama rumah adat banua oge berasal dari Palu Sulawesi Tengah. Dahulu rumah adat souraja merupakan tempat tinggal para raja beserta keluarganya. Rumah adat ini juga merupakan pusat pemerintahan kerajaan.

Raja Yodjokodi merupakan pemrakarsa pembangunan souraja. Rumah adat ini dibuat pada sekitar abad 19 masehi. Bangunan souraja yang berada kota palu, sekitar tahun 1942-1945 semasa pendudukan tentara jepang diambil alih dan dibuat menjadi kantor pemerintahan.

Pada tahun 1958 bangunan souraja kemudian digunakan oleh TNI atau Tentara Nasional Indonesia jadi markas militer. Ketika itu TNI melakukan operasi penumpasan pemberontakan PERMESTA yang terjadi di Sulawesi Tengah.

Bangunan panggung yang merupakan rumat adat souraja tersebut dibuat menggunakan konstruksi dari kayu. Arsitektur bangunannya mengikuti arsitektur suku Bugis dan Kaili.

Banua oge atau souraja memiliki luas keseluruhan kira-kira 32 x 11,5 meter. Jumlah tiang bangunan induk sekitar 28 buah dan tiang bagian dapur sekitar 8 buah. Bentuk atapnya piramid segitiga. Atap bagian depan dan belakang ditutupi menggunakan papan yang berhiaskan ukiran disebut panapiri.

Sementara itu pada ujung bubungan yang ada di bagian depan serta belakang terdapat mahkota berukir yang disebut bangko-bangko. Bangunan Induknya memiliki ukuran sekitar 11,5 x 24,30 meter, yeng terbagi menjadi 4 bagian, yaitu :

  1. Gandaria (Serambi): Bagian ini memiliki fungsi sebagai tempat ruang tunggu bagi para tamu. Di bagian depan terdapat anjungan yang berfungsi sebagai tempat untuk bertumpunya tangga yang memiliki jumlah 9 anak tanggah dengan letaknya saling berhadapan. 
  2. Lonta Karavana (Ruang Depan): Ruang ini adalah ruangan yang digunakan untuk tempat penerimaan tamu bagi kaum laki-laki saat pelaksanaan upacara adat. Ruangan ini juga dipakai sebagai ruang tidur untuk kaum laki-laki.
  3. Lonta Tatangana (Ruang Tengah): Bangunan ini dipakai sebagai tempat untuk musyawarah raja dengan para tokoh-tokoh adat. Tempat ini juga dilengkapi dengan dua kamar tidur bagi raja.
  4. Lonta Rarana (Ruang Belakang): Bangunan ini dipakai sebagai tempat makan bagi raja dengan keluarganya. Tempat ini juga dilengkapi dengan kamar bagi wanita serta para anak gadis. Ruangan ini juga dipakai sebagai tempat untuk menerima kerabat dekat.

3. Rumah Lobo

Rumah Lobo

Rumah adat Sulawesi yang terakhir adalah rumah adat lobo. Ini adalah rumah adat khas Kulawi, Sulawesi tengah. Fungsi dari rumah adat ini adalah sebagai balai rapat tetua adat, upacara adat, sidang adat, rapat untuk penentuan kapan membuka ladang serta perayaan panen.

Selain itu, rumah adat Sulawesi Tengah ini juga berfungsi sebagai rumah singgah apabila ada penduduk desa lain yang mengalami kemalaman di Porelea. Mereka bisa bermalam di rumah adat ini. Penting untuk diketahui bahwa dalam satu desa hanya memiliki satu rumah lobo.

Terkadang rumah lobo dapat digunakan sebagai pengadilan untuk masyarakat di daerah Kulawi. Apabila sedang digunakan sebagai pengadilan, si pesakitan akan duduk di tengah, sementara tetua adat akan duduk melingkar di tepi.

Keunikannya yaitu bila yang disidang adalah perempuan, maka yang akan menyidangnya adalah tinangata yaitu lembaga perempuan adat. Yang menjadi pertimbangan adalah supaya dewan adat bisa bebas dan leluasa bertanya. Di samping itu, terdakwa pun tidak akan sungkan menjawab.

Nah itu adalah beberapa penjelasan singkat mengenai jenis-jenis rumah adat Sulawesi Tengah beserta ciri-cirinya. Mengetahui banyak informasi mengenai kebudayaan yang ada di Indonesia akan membut kita menjadi lebih cinta dan bangga dengan Indonesia. Selain itu kita akan lebih mengenal adat istiadat dan kebudayaan dari berbagai daerah di Indonesia, salah satunya rumah adat Sulawesi Tengah.

Setelah mengenal kebudayaan Indonesia yang beragam tentunya, tentunya salah satu tugas kita adalah untuk ikut melestarikan dan jaga kebudayaan kita. Upaya ini tak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi juga masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari budaya kita.

Kategori:
Tag:
cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram